Abstract Kelengkeng fruit already well known for Indonesian society. Not only from the contents of the fruit, but Kelengkeng also have many other beneficial from the seed, leather, root and leaves that useful for human health. In this research, phytochemical and antioxidant activity test have been done. Antioxidant activity test was carried out with scavenging test to 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazil (DPPH) radical. On antioxidant activity test, mix of extract and DPPH are incubated for 30 minutes at 37 oC, then the absorbance measured at λ = 517 nm using spectrophotometer.
12 Harborne JB Metode fitokimia Ed II Bandung ITB 1987 13 Winn WC Allen SD from ENGGINERIN chemical at University of Brawijaya. Fitokimia menunjukan bahwa daun kelor dan daun ciplukan, positif mengandung semua senyawa metabolit sekunder yang diujikan diantaranya flavonoid, alkaloid, steroid, tanin, saponin, antrakuinon dan terpenoid.
The absorbance from sample, blank and negative control are converted as Antioxidant Activity Absorbance (AA%). Based on result of phytochemical etanol extract, Kelengkeng contains phenolic compounds. And based on antioxidant activity test with DPPH radical scavenging method by spectrophotometer, ethanol extract of Kelengkeng has antioxidant activity about EC 50(72.23±2.55) while Vitamin C as comparison has antioxidant activity about EC 50(6.07±0.36). Keywords: Kelengkeng, phytochemical, antioxidant activity and DPPH.
Uji Fitokimia Metabolit Sekunder: Metode Lapangan dan Laboratorium. Workshop Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Bidang Kimia Organik Bahan Alam Hayati. DITJEN DIKTI DEPDIKNAS.
9-14 Oktober 2000. Padang Harborne, J. Metode Fitokimia.
Bandung: ITB. Kandaswami, C and Middleton, E. Flavanoids as antioxidant. Shahidi (Ed). Natural Antioxidant Chemistry. Antioxidant and Antiradical Activity of Ferulates. Antioxidant Activity.
Medallion Laboratories Analytical Progress. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB. Authors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed under a that allows others to share the work with an acknowledgement of the work's authorship and initial publication in this journal.
Authors are able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journal's published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book), with an acknowledgement of its initial publication in this journal.
Menurut (Harborne, 1984) guna memperoleh informasi lebih awal mengenai kandungan kelompok senyawa metaboli t sekunder dapat diidentifikasi dengan metode fitokimia. Sejalan dengan hal tersebut, Robinson (1991) menyatakan bahwa, metode ini diawali dengan mengisolasi kandungan senyawa metaboli t sekunder tersebut menggunakan metode ekstraksi pelarut seperti maserasi dan partisi. Untuk mengetahui golongan senyawa dilakukan penapisan fitokimia. Penapisan fitokimia dimaksudkan sebagai pemeriksaan pendahuluan tentang kandungan kimia tumbuhan Carica papaya yang berhasiat. Tumbuhan umumnya mengandung senyawa aktif dalam bentuk metabolit sekunder seperti ( alkaloid ), ( saponin ), ( flavanoid ), ( steroid ), ( triterpenoid ), ( kumarin ) dan lain-lain. Tumbuhan papaya belum diketahui secara detail kandungan metabolit sekundernya, maka perlu dilakukan uji fitokimia pada daun pepaya ( Carica papaya ) untuk mengetahui senyawa metabolit sekundernya, sehingga dapat diketahui potensi tumbuhan tersebut. Dengan demikian upaya pelestariannya dapat dimanfaatkan lebih besar dan lebih baik.
Proses-proses kimia jenis lain yang terjadi hanya pada spesies tertentu sehingga memberikan produk yang berlainan, sesuai dengan spesiesnya merupakan senyawa-senyawa metabolik sekunder. Berperan dalam kelangsungan hidup dan perjuangan menghadapi spesies-spesies lain berupa zat kimia untuk pertahanan, penarik seks, dan feromen (Manitto, 1981). Menurut Sastrohamidjojo (1996), bahwa metabolik sekunder adalah bahan kimia non-nutrisi yang mengontrol spesies biologi dalam lingkungan atau memainkan peranan penting dalam koeksistensi dan koevolusi spesies.
Tersebar luas dalam tumbuhan angiospermae, terutama pada tumbuhan-tumbuhan berkayu. Nama lainnya adalah proantosianidin karena bila direaksikan dengan asam panas, beberapa ikatan karbon-karbon penghubung satuan terputus dan dibebaskanlah monomer antosianidin.
Kebanyakan proantosianidin adalah prosianidin karena bila direaksikan dengan asam akan menghasilkan sianidin. Proantosianidin dapat dideteksi langsung dengan mencelupkan jaringan tumbuhan ke dalam HCl 2M mendidih selama setengah jam yang akan menghasilkan warna merah yang dapat diekstraksi dengan amil atau butil alkohol. Bila digunakan jaringan kering, hasil tanin agak berkurang karena terjadinya pelekatan tanin pada tempatnya didalam sel. Terbatas pada tumbuhan berkeping dua.
![Harborne 1987 Metode Fitokimia Pdf Harborne 1987 Metode Fitokimia Pdf](http://img.yumpu.com/52427604/1/358x468/download-2013-cfc-charity-list-combined-federal-campaign-of-.jpg?quality=80)
Terutama terdiri atas dua kelas, yang paling sederhana adalah depsida galoiglukosa. Pada senyawa ini glukosa dikelilingi oleh lima gugus ester galoil atau lebih. Jenis kedua, inti molekul berupa senyawa dimer asam galat, yaitu asam heksahidroksidifenat yang berikatan dengan glukosa. Bila dihidrolisis menghasilkan asam angelat. Cara deteksi tanin terhidrolisis adalah dengan mengidentifikasi asam galat/asam elagat dalam ekstrak eter atau etil asetat yang dipekatkan (Harborne,1987).
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau caiaran dengan bantuan pelarut. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dalam komponen-komponen dalam campuran (Bernaskoni, et.all., 1995). Sementara menurut Moelyono (1996), ekstraksi adalah metode ekstraksi kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam suatu simplisia tumbuhan dengan menggunakan pelarut-pelarut dalam suasana asam, basa, ataupun netral, dengan metode-metode yang tertentu dan khas sesuai dengan sifat fisik dan kimia dari kandungan kimianya. Pelarut-pelarut yang biasanya dipergunakan untuk senyawa-senyawa organik diantaranya adalah eter, etanol, karbon, tetra klorida, aseton, metanol, heksan, petroleum eter dan lain sebagainya (Ketaren, 1985). Fitokimia merupakan suatu teknik analisis kandungan kimia di dalam bagian-bagian tumbuhan (akar, batang, ranting, daun, biji, dan buah). Analisis fitokimia barsifat kualitatif sehingga kandungan kimia dalam suatu tumbuhan dapat diketahui dengan metode fitokimia. Secara umum kandungan kimia tumbuhan dapat di kelompokan ke dalam golongan senyawa alkaloid, flavonoid, tannin, polivenol, dan kuinon.
Untuk identivikasi senyawa-senyawa tersebut yang terdapat pada tumbuhan berdasarkan endapan dan warna yang ditimbulkan dengan menggunakan peraksi-peraksi yang spesifik dan khusus. Alkaloid adalah suatu golongan senyawa yang tersebar luas hampir pada semua jenis tumbuhan yang merupakan senyawa turunan yang mengandung unsur nitrogen (umumnya dalam cincin) yang terdapat pada mahluk hidup. Pada uji ini sampel yang akan dilihat kandungan alkaloidnya terlebih dahulu digerus.
Proses penggerusan ini bertujuan untuk menghancurkan dinding sel yang sifatnya kaku sehingga senyawa target (metabolit sekunder) yang berada dalam vakuola mudah untuk diambil. Setelah itu ditambahkan dengan kloroform yang bertujuan untuk mengambil atau melarutkan senyawa yang ada di dalam daun tersebut dan kemudian diekstraksi dengan kloroform amoniakal. Proses ekstraksi dengan kloroform amoniakal ini bertujuan untuk memutuskan ikatan antara asam tanin dan alkaloid yang terikat secara ionik dimana atom N dari alkaloid berikatan silang stabil dengan gugus hidroksifenolik dari asam tanin tersebut. Dengan terputusnya ikatan tersebut alkaloid akan bebas sedangkan asam tanin akan terikat pada kloroform amoniakal.
Setelah itu disaring dan filtratnya dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambahkan asam sulfat 2 N yang bertujuan untuk mengikat kembali alkaloid menjadi garam alkaloid agar dapat bereaksi dengan pereaksi-pereaksi logam yang spesifik untuk alkaloid yang menghasilkan kompleks garam anorganik yang tidak larut sehingga terpisah dengan metabolit sekunder lainnya. Penambahan asam sulfat 2 N ini mengakibatkan larutan terbentuk menjadi 2 fase karena adanya perbedaan tingkat kepolaran antara fase aquades yang polar dan kloroform yang relatif kurang polar. Garam alkaloid akan larut pada lapisan atas (fasa aquades), sedangkan lapisan kloroform berada pada lapisan bawah karena memiliki massa jenis yang lebih besar. Proses pengadukan disini dimaksudkan untuk melarutkan senyawa-senyawa pada tiap-tiap lapisan secara cepat dan sempurna. Setelah terbentuk 2 lapisan hanya pada lapisan asam sulfat yang diambil yang dimaksudkan dalam tabung reaksi dan ditambahkan pereaksi meyer yang bertujuan untuk mendeteksi alkaloid, dimana pereaksi ini akan berikatan dengan alkaloid melalui ikatan koordinasi antara atom N alkaloid dengan Hg pereaksi meyer sehingga menghasilkan senyawa kompleks merkuri yang non polar yang mengendap berwarna putih kekuningan.
Flavanoid adalah suatu kelompok senyawa fenol alam yang memiliki kerangka dasar karbon terdiri atas 15 atom C yang tersusun dalam konfigurasi C 6– C 3–C 6, dimana dua cincin benzen dihubungkan oleh tiga satuan atom C yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin. Dalam tumbuhan, flavanoid disintesis dari tiga unit asetat malonat (cincin A) dan fenil propanoid (cincin B dan C). Dalam tumbuhan, flavanoid tersebar merata dalam akar, daun, kulit, tepung saring, bunga dan biji.
Sifat kimia dari flavanoid yaitu polar atau semi polar, larut dalam methanol, etanol, n-butanol, air dan eter serta kloroform. Sedangkan sifat fisikanya yaitu padat/kristal, tidak berbau, dan tidak berwarna.
Flavanoid dapat dideteksi dengan logam Mg, Cu, larutan NaOH, H 2SO 4 pekat. Pada uji flavanoid ini, mula-mula sampel dihaluskan untuk menghancurkan dinding sel yang sifatnya kaku sehingga senyawa targetnya (metabolit sekunder) yang berada dalam vakuola mudah diambil. Sampel kemudian diekstraksi dengan methanol. Digunakan methanol karena flavanoid relatif polar sehingga dapat larut dalam methanol. Selain itu methanol juga merupakan pelarut universal yang dapat bersifat polar dan nonpolar.
Setelah diekstraksi, larutan disaring untuk memisahkan filtrat dan residunya. Filtratnya diuapkan sehingga filtratnya menjadi pekat. Setelah diuapkan, filtrat diekstraksi lagi dengan n-heksan agar senyawa-senyawa nonpolar dibawa ke n-heksan, kemudian disaring untuk memisahkan filtrat dan residunya. Residu yang diperoleh dibagi ke dalam dua tabung, tabung pertama ditambahkan logam Mg untuk mendeteksi adanya senyawa flavanoid, dimana flavanoid akan bereaksi dengan logam Mg. Setelah penambahan logam Mg nampak logam Mg ini larut, kemudian dilanjutkan dengan penambahan HCl pekat yang ditandai dengan larutan berbusa dan berwarna merah muda yang menandakan sampel tersebut terdapat flavanoid. Tabung kedua digunakan sebagai kontrol.
Pada uji steroid (triterpenoid dan saponin) ini, mula-mula sampel dihaluskan untuk menghancurkan dinding sel yang sifatnya kaku sehingga senyawa targetnya (metabolit sekunder) yang berada dalam vakuola mudah diambil. Sampel kemudian diekstraksi dengan etanol panas dan dilanjutkan dengan eter. Setelah diekstraksi, larutan disaring untuk memisahkan filtrat dan residunya. Filtratnya ditambahkan dengan 3-4 tetes asam sulfat pekat 98% dan ditambahkan 4-5 tetes asam asetat glacial. Larutan sampel menunjukkan adanya warna merah dan terdapat busa yang menunjukkan positif adanya triterpenoid dan saponin.